Sabtu, 08 Oktober 2016

menjelang akhir perjalanannya.

Kali ini, aku mencoba memberanikan diri menceritakan perjalanan syamil menjelang akhir. Aku menulis ini salah satunya sebagai healing process karena jujur saja, butuh waktu cukup lama untuk menghilangkan trauma itu. Aku menyadari trauma itu hilang ketika beberapa hari lalu menemani anak saya yang kedua, khansa, dirawat di rumah sakit tempat syamil dilahirkan. Selama di sana, aku mencoba berkeliling menyusuri rumah sakit itu. Menengok ruang perina tempat syamil menginap sebulan lamanya, melongok ruang operasi, ruang CT Scan, ruang pak dokter. Alhamdulillah, sudah tidak terlalu terasa sedihnya. Sampai ketika ada suster yang masih mengenaliku dan syamil, aku biasa saja merenspons. Biasa saja menceritakan bahwa syamil sudah tidak ada (tapi nggak tahu ya kalo ke rscm dan rst apa sudah sembuh traumanya). Ya, untuk apa aku berlama-lama bersedih. Toh, syamil sudah bahagia di surga-Nya. Tinggal aku berusaha mengumpulkan amal agar bisa berjumpa dengannya kelak.
Jadi begini ceritanya.
Sepertinya, tanda-tanda ia ingin pergi sudah dimulai pada bulan Mei. Ia makin sering minta tidur digendong. Mungkin ada yang dirasa, ya.
Tepatnya, 5 Mei 2016, ketika ia mencret-mencret air  lagi dan masuk igd RST. Selama dirawat, banyak perkembangan bagus pada motoriknya. Tangannya mulai sibuk menggapai-gapai benda. Tentu saja, aku senang melihatnya.
10 Mei, ia diperbolehkan pulang. Setelah itu, kami sibuk menjalani rawat jalan lagi ke rscm.
16 Mei, ia konstipasi lagi.
17 Mei, control lagi ke rscm. BB bertambah jadi 6,8 kg. Girang sangat aku ini. Syamil pun pake baju baru dari kak odil. kulit makin putih, ganteeeeng banget deh anakku ini.
18 Mei, minum susu makin susah. Sering muntah, batuk, ga bisa BAB, dan yang paling menyedihkan, urinnya berubah kuning pekat. Aku sungguh tak mengerti.
20 Mei, aku makin galau. Akhirnya, tengah malam hari itu juga, syamil meluncur ke igd rscm diantar ambulan sahabat berbagi dari portalinfaq. Napasnya sudah berat. Lidahnya sampai berdarah tergigit giginya ketika bernapas.
21 Mei, dengan kondisi muntah2, dehidrasi, sesak napas, perut keras, syamil dirawat di igd. Pasang IV makin sulit. Diuap pun tidak menunjukkan perubahan. Akhirnya pasang intra osseous karena sulit sekali mencari vena di tangan dan kakinya. Pasangnya ga pake bius karena kesadarannya juga sudah menurun. Semakin siang semakin berat napasnya. Terpaksa, kami menandatangani persetujuan dipasangkan intubasi sebagai alat bantu napasnya. Dan, pukul 5 sore, dipasanglah alat itu. Hancur perasaanku. Aku Cuma bisa menangis di pelukan suami sambil mata sekali mengintip si ganteng dikerubutin para dokter yang sibuk memasang alat intubasi. Kami pun begging manual bergantian. Pukul 10 malam, syamil dapat tempat ventilator di ruang igd rhesus. Syamil ga dapet ruang picu dengan alas an penuh. Di ruang rhesus inilah syamil menginap. Syamil pun dapat diagnosis sepsis, syok hipovolemik, pneumonia komunitas, dan gagal napas. Hiks. Aku Cuma bisa berdoa untuk kesembuhannya. Berharap keajaiban. Jangan Tanya gimana rasaku menungguinya. Melihat aneka alat di wajahnya.  DI sini, ia pun dipasang longline di pahanya.
Di sini, aku melihat banyak kematian di kanan kiri syamil. Bahkan aku juga melihat operasi sesar darurat yang akhirnya hanya bisa menyelamatkan sang bayi. Aku juga melihat operasi darurat untuk menolong seorang anak yang mengalami pendarahan di perutnya. Darah, air mata, ada di mana-mana. Syamil sama sekali tidak membuka matanya di sini. Hanya sesekali meneteskan air mata ketika disuction. Aku juga mendapatkan banyak kunjungan di sini. Dari ibu-ibu dari IRD: mba yola, mba nanda dan rombongan, mba diah, mak niam, mba aminah, mba ria, dari teman-teman lain, dapet kiriman makanan (dokter-dokter sampe ngiri karena mencium bau makanannya), dan lain-lain. Semua mensupport kami dengan tulus. Entah berapa air mata ini menetes di depan mereka yang datang.
Tgl 24 kira-kira pukul 10 malam, syamil ngedrop lagi. Para dokter berusaha menolongnya. Gara-garanya karena seorang dokter ingin mengganti selang venti syamil karena saturasinya menurun terus. Katanya, mungkin ada yang menyumbat selang sehingga napas menjadi tidak lancar. Syamil tidak kuat diganti begitu. Si abi yang baru saja pulang, langsung aku panggil kembali. Si abi sudah ada di Stasiun saat itu. Segera saja, si abi balik kanan menuju ruang igd rscm lagi. Jujur, aku sudah tidak kuat melihat syamil saat itu. Sudah dingin, kaku, pucat karena sempat henti napas. Alhamdulillah, jantungnya masih berdetak. Pedihnya lagi, malam itu entah beberapa kali listrik IGD mati. mesin venti walau tidak ikut mati, tetapi settingannya berubah dan sering hang. Diputuskan syamil harus begging manual. Abi yang melakukannya. Aku sudah tidak kuat. Belum tidur dari kemarin. aku pun tidur di lantai igd yang dingin. baru kali itu aku tidur bisa selonjoran. kemarin2 cuma bisa tidur sambil duduk. 5 jam, kata abi, baru napasnya syamil normal lagi. Wajahnya mulai memerah. Aku nggak sanggup rasanya kalau mengalami peristiwa ini kedua kalinya. Benar-benar horror night!!
Tgl 25 Mei pagi, semua kembali normal lagi. Pencarian picu untuk syamil kembali diwacanakan oleh dokter. Pagi inilah aku baru paham kenapa syamil tidak dapat picu rscm. Pedih banget mendengarnya. Tapi memang mungkin itu sudah menjadi kebijakan rumah sakit. Para dokter petinggi igd semua mengunjungi syamil. Membantu mencari jalan keluar.Yang jelas, bukan picu rscm. Akhirnya, surat pengantar mencari picu pun dibuatkan. Si abi memulai pencariannya ke rumah sakit-rumah sakit terdekat. Aku mencoba menelepon RST, tapi di sana peralatan tidak lengkap. Alhamdulillah, abi dapet picu di RS Thamrin. Langsung diproses oleh petugas IGD, sampai-sampai pejabat IGD ikut turun mengawal prosesnya. Ambulan pun dapat. Hanya saja, saat itu, kami tidak memegang uang sepersen pun. ATM semua mati karena ada gangguan di gardu listrik rscm. Ga bisa ambil uang. kami hanya bisa berpasrah. Ketika lagi bingung-bingungnya, pertolongan Allah datang, menjelang magrib datang mpok mimin, mpok nana, mba siti dan mba halimah. Karena bingung, terpaksa aku todong mpok mimin dan mpok nana untuk membayar ambulan. Merekalah yang langsung melihat gimana galaunya aku. Maaf ya mpok udah dirampok. Hiks … Terima kasih mba siti dan mba halimah yang udah tabah liat air mataku ga karuan begitu. Aku cuma ingin syamil mendapatkan yang terbaik.
Akhirnya, pukul 11 malam, ketika traffic jam sudah berkurang, kami meluncur ke igd RS thamrin, ditemani dokter dari igd rscm. Pesan pejabat IGD saat itu, syamil harus benar-benar diterima di sana dan langsung ditangani. Dan benar, sesampainya di RS thamrin yang hanya berjarak kurang lebih 1 kilo dari rscm, syamil langsung membuka matanya. Mungkin karena di sini tidak seramai igd rscm. Suasana tenang. Dokter rscm pun sampai terkejut bersyukur. Alhamdulillah, aku masih diizinkan menatap matanya. Syamil pun langsung masuk ke picu rs thamrin. Tenang rasanya hati ini. Semoga di sini bisa lebih maksimal menanganinya.
di sini, banyak pula yang datang mengunjungi syamil. mba puri dan mba julya dari ird, teman kuliahku, teman abi, pak ii dan pak slamet, dan banyak lagi. semua mensupport syamil.
Alhamdulillah, tgl 30 mei, syamil mulai bisa bernapas sendiri. Mesin Venti pun dicopot. Di sini syamil dapat hadiah baru: Hypokalemia. Dan esoknya, kami pindah ke ruang rawat biasa. Di sini badannya syamil kelihatan gendut. Segar. Makin gantenglah. Sayang, di sini tidak ada timbangan digital jadi tidak tahu berapa persisnya. Saking girangnya, si abi beliin baju baru beberapa biji buat si ganteng.
Tgl 5 Juni, syamil diperbolehkan pulang, pas saat malam Ramadhan pertama.
Tgl 8 Juni, hatiku mulai tidak karuan lagi. mau bagaimana ini syamil kontrol selanjutnya? ke rs thamrin? Mau ke rscm lagi, masih trauma. Akhirnya, kami mencoba rencana baru. Aku Cuma bisa menangis. Berharap apa yang kami rencanakan ini bisa terlaksana.
Tgl 9 Juni, syamil kembali dilarikan ke igd RST. Napasnya sesak lagi. Aku tidak berani membawanya ke rscm. Masih trauma. Aku ingin cari yang lebih tenang dan lebih sayang ke syamil.
Tgl 11 Juni, napasnya makin berat. Ia mulai tidak bisa tidur. Aku makin nggak karuan melihatnya. Cuma bisa menangis, apa yang harus aku lakukan untuk mengurangi rasamu nak? Aku hanya bisa menggendongnya saja. Menenangkan dan berdoa. aku dan abi sudah membuat rencana ultahnya syamil tgl 17 juni nanti. ingin bagi-bagi kue untuk perawat dan dokter sebagai ucapan terima kasih.
Tgl 12 Juni, aku minta abinya yang menjaganya malam ini. Mungkin di kala berdua, mereka bisa saling bicara sesama lelaki.Hiks. Jujur saja, aku sudah tidak kuaaaaaat. Sore aku pulang sekadar ingin memeluk kakak-kakaknya mencoba menenangkan hatiku. Malamnya, aku mendapat kabar kalau syamil dipindahkan ke ruang HCU. Malam itu juga diantar adik, aku langsung meluncur ke RST. Kulihat abi sedang tidur di depan ruang HCU.
Tgl 13 Juni, si abi pulang sejenak. Aku duduk menunggu di depan ruang HCU. Hatiku sudah hancur. Mampukah syamil melewati masa berat ini lagi untuk kesekian kalinya? Aku Cuma bisa berdoa dan berdoa. Kini, aku Cuma mengharapkan yang terbaik untuknya. Pilihan kuserahkan padanya. Pukul 11, pintu pun dibuka untuk pembesuk. Kulihat alat ventilator sudah tersedia disampingnya. Syamil baru dibantu oksigen aja. Saturasinya bagus. Ia hanya terlihat berat saat bernapas. Aku pun tenang. Kucium semua tubuhnya. matanya, bibirnya, tangannya, perutnya, semua. Kubisikan kata sayang padanya. Menegaskan lagi pilihan ada padanya. Aku pun pamit mau bergantian dengan abi. Abi juga mau lihat syamil. Abi cerita, syamil menangis ketika abi ada di sampingnya. Seperti meminta tolong.
Azan pun berkumandang. Kami pamit sebentar untuk shalat zuhur di masjid RST.
Tak lama, ketika shalat jamaah usai, abi mendapat telepon dari ruang HCU untuk segera ke sana. Tergopoh-gopoh kami ke sana. Di sana, kami lihat syamil sedang mendapat napas bantuan. Dicek sana sini. Aku Cuma bisa bengong melihatnya. Ada apa ini? Tadi baik-baik saja? Dokternya bilang, kalau syamil tiba-tiba henti napas beberapa detik. Tapi, sepertinya, upaya dokter sia-sia. Ia berhenti napas untuk selamanya tepat pukul 12.45 wib. Aku langsung memeluk tubuhnya dan menangis.
“Umi cuma ingin shalat sebentar, adek … kenapa adek ga nungguin umi ….” Begitu teriakku berulang-ulang.
Aku langsung dipeluk perawat di sana. Aku dinasihati bahwa ini adalah takdir. Syamil sudah tidak sakit lagi. Tak perlu ada yang dikhawatirkan karena tempatnya langsung adalah surga. Masuk tanpa hisab. Tapi, tidak tahukah ibu … aku yang merasa berdosa. Merasa semua ini salahku. Aku hanya bisa menumpahkan semua air mataku. Setelah tenang, baru ibu perawat itu melepas pelukannya. Suami pun menyelesaikan semua administrasi rumah sakit. Dan syamil langsung diantar pulang oleh ambulan rst.
Selama di ambulan, aku menggendongnya. Syamil tidak aku baringkan di tempat tidur yang ada di ambulan itu. Aku ingin memeluknya terakhir kali. Wajahnya begitu teduh. Tenang. Seolah-oleh tidur saja.
Sesampai di rumah, kerabat sudah menyiapkan semua. Syamil dimandikan sambil digendong oleh abi. Badannya masih lemas, kulitnya lentur. Isi perutnya bersih, tidak ada kotoran sedikitpun. Bada asar, setelah dishalatkan, syamil langsung dikebumikan dengan digendong langsung oleh abi sampai ke liang lahatnya.
Sudah tenang kini lelaki surgaku. Ia kembali kurang 4 hari menjelang hari kelahirannya yang ketiga tahun. Ia hadir dengan begitu banyak hikmah dan pelajaran bagi siapa saja yang mau membuka mata hatinya.
Ia sudah mengisi hari-hariku dengan aneka rasa. Bahagia ketika mendengar tawanya, senang melihat dia ikut bernyanyi, aktivitasnya menjelang akhir seolah-olah memberiku semangat.
Selamat bermain nak di sana. BErlarilah sepuasmu. Makanlah sepuasmu. Bernyanyilah kapan pun kamu mau.
Cuma satu yang umi minta, jangan lupakan kami yang di bumi ini. Aku, abimu, kakak-kakakmu, dan semua orang yang sayang padamu.

mari mengenal rare disorders

Jujur saja, aku sama sekali tidak membayangkan sebelumnya akan berkenalan dengan dunia ini. Dulu aku merasa hidupku biasa saja. Tidak ada yang istimewa. Duniaku cuma berkutat pada masalah kerja dan rumah. Juga, mengurus dua anak gadis tanpa ada masalah berarti.

Duniaku berubah setelah dikaruniai seorang anak ganteng bernama Muhammad Syamil Elbarkah.  Sejak di dalam kandungan, ia sudah diketahui ada kelainan. Awalnya diketahui hidrosefalus dengan lingkar kepala melebihi normal yang terus membesar hingga menjelang lahir.

Usia 38 minggu, ia pun lahir  sesar dengan LK 53 cm, BB 4.1 kg, TB 50 cm. Ia langsung rawat inap di perina. Usia 2 minggu, dengan segala pertimbangan dan risiko, ia dipasang vp shut. Beberapa minggu kemudian, ia pun diizinkan pulang.

Aku sama sekali bingung saat itu. Tidak ada arahan sama sekali dari dokter harus bagaimana. Kesan yang aku dapatkan seolah menyuruh aku berpasrah atas kondisinya. Hanya dokter spesialis saraf yang terus meniupkan rasa optimis bahwa anakku akan baik-baik saja. Ia pun rutin kontrol di rumah sakit ini. Di sini ketahuan kalau matanya juga bermasalah. Hanya saja, belum jelas secara pasti apa penyakitnya. Aku cuma bisa berusaha semampuku saja. Kadang try and error juga. Aku merawatnya seolah-olah dia anak normal walau aku tahu, ada banyak keterlambatan pertumbuhan.

Kesehatannya mulai mundur di usia 7 bulan. Usia 8 bulan ia menderita diare hanya 3 hari. Namun, itu membuat berat badannya turun drastis, jauh dari angka normal.Lalu, ia serig pula konstipasi. Bingung ada apa dengan dirinya. Usia 9 bulan, aku bawa ke rumah sakit Fatmawati. Di sinilah baru ketahuan dari berbagai pemeriksaan bahwa selain hidrosefalus, ada diagnosis lain yang menambah deret penyakitnya. Yang paling membuatku terpana adalah diagnosis Agenesis Corpus Callosum. Aku tanya dokter, jawabnya singkat. Ada kelainan otak tengah. Lalu, aku diminta bersabar karena dokter akan berupaya yang bisa diusahakan. Setahun kemudian, setelah menerima berbagai masukan dan berobat di rst juga, aku ingin ia bisa ditangani di rscm. Pertimbangannya, di sana fasilitas lebih lengkap. Alhamdulillah, ada jalan menuju rscm.

Di rscm, diagnosisnya bukannya berkurang malah bertambah. Aku jadi bingung sendiri. Aku sempat bertanya ke dokter melalui website, tidak dijawab. Bertanya ke banyak dokter, responsnya macam-macam. Ada yang negative, ada yang netral saja. normatif. Bahkan, di sini pula, aku menemukan kenyataan bahwa tidak ada obat untuk penyakitnya.

Aku coba berselancar di dunia maya, mencari rekan atau komunitas yang anaknya punya kelainan yang sama agar bisa menjadi tempat bertanya. Alhamdulillah, di pertengahan tahun 2015, akhirnya aku berkenalan dengan komunitas ini. Berawal dari aku memberanikan diri bertanya ke Mba Nanda, salah satu komandan komunitas ini. Di sinilah aku baru paham bahwa anakku tidak sendiri. Banyak anak-anak lain yang juga menderita penyakit langka dengan berbagai macam jenisnya.

Penyakit langka atau penyakit jarang jumpa ini sering disebut Rare Disorders atau Rare Diseases.

Apa sih rare disorders itu? Bahasa awamnya adalah penyakit langka yang hanya ada diderita satu banding lebih dari sekian ribu orang. Penyebabnya sebagian besar 80% karena factor  genetic. Sisanya karena factor lain. Penyakit ini tidak menular. Kelainan ini pun tidak selalu diturunkan dari generasi sebelumnya dan tidak selalu menurun ke genarasi selanjutnya. Penyakit ini juga bukan karena karma atau dosa orang tua. Penyakit ini bukanlah aib sehingga tidak perlu ditutup-tutupi. Bahkan, berbahagialah orang tua yang diamanahi anak special ini. Insya Allah penuh dengan keberkahan karena jaminan dari Allah tentu adalah surga bagi yang bersabar menjalaninya.

Untuk lebih jelasnya, tentang rare disorders ini bisa disimak di infogram di bawah tulisan ini.

Ada banyak sindrom yang termasuk langka. Di antaranya adalah Apert Syndrome, Peutz-Jeghers Syndrome, DiGoerge Syndrome, G6PD, Arthogryposis, Iodiopathic Thrombocytopenic Purpura, Pierre Robin Sequence, Treacher Collins Syndorme, Russell Silver Syndrome, McCune Albright Syndrome, dan penyakit langka yang unik lainnya. Pernah dengar nama-nama diagnosis ini sebelumnya? Di komunitas inilah aku berkenalan dan banyak belajar. Ini baru sebagian karena ada sekitar 6000-8000 penyakit yang termasuk langka (untuk tahu lebih banyak, bisa tanya mbah gugel atau gabung ke FP Indonesia Rare Disorders).

Ada yang kelainan di darah, bentuk kepala, bentuk wajah, organ dalam, jari tangan dan kaki, kulit, bahkan ada yang rentan patah tulang. Tumbuh kembang mereka juga sebagian besar terganggu, walau ada juga yang tumbuh kembangnya normal. Semua memerlukan perawatan medis yang tidak sedikit. Bahkan, banyak yang akhirnya merasakan kalau rumah sakit sudah seperti rumah kedua saking seringnya dikunjungi.

Di komunias ini, aku seperti menemukan keluarga baru yang benar-benar paham masalahku. Ikatan kekeluargaannya begitu erat. Ketika Syamil, anakku, kritis di igd rscm, orang tua hebat ini bela-belain datang dari jauh untuk mensupport kami. Walau akhirnya anakku menghembuskan napas terakhirnya, support itu selalu ada.

Banyak pula event yang komunitas ini adakan sebagai bentuk penyadaran kepada masyarakat luas bahwa anak-anak istimewa ini ada di sekitar kita. Mereka memerlukan dukungan dan perhatian yang cukup agar mereka mampu hidup dengan layak. Ada acara talk show dengan tema-tema yang menjadi ilmu baru buat kami, lomba foto, lomba menulis blog, atau acara gathering lainnya.

Harapan kami, apabila ada kerabat, tetangga, atau kenalan yang memiliki anak special seperti ini, rangkullah ia. Besarkan hatinya. Bukan malah dihina atau digunjingkan. Terimalah dengan baik. Kalau perlu, beri pendampingan medis dan psikologis. Ajak ke petugas medis agar bisa segera ditangani dengan tepat. Ajak untuk menjalani terapi sedini mungkin bila memang memerlukan terapi. Atau, ajak bergabung ke komunitas ini.

Aku juga sangat berharap, pemerintah memberikan perhatian yang lebih kepada anak-anak ini. Dukunglah agar kami mudah mendapatkan fasilitas kesehatan yang memadai. Bila belum ada di Indonesia, kami berharap pemerintah mau menyediakannya di Indonesia agar bisa menekan biaya hingga terjangkau oleh kami.

Keinginan kami simpel. Kami cuma ingin meningkatkan kualitas hidup anak-anak kami agar mereka memiliki masa depan yang lebih baik, memiliki harapan hidup yang lebih besar, dan dapat hidup seperti layaknya (mendekati) anak normal lainnya.

(Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba "IRD Awareness Writing Contest: Mari Mengenal Rare Disorders")

#IRDAwarenessMonth #MariMengenalRareDisorders #IndonesiaRareDisorders