Kamis, 28 September 2006

rasa lelah ini

aku nggak tau harus mulai menulis dari mana. Malam ini, begitu banyak yang bergolak dalam pikiranku. Aku hanya ingin menuangkannya saja, biar tak mengendap terlalu dalam di pikiranku, sehingga akibatnya aku malah nggak bisa tidur, badan makin kurus, dan terpaksa aku mematikan lagi perasaanku (yang entah sudah berjuta kali aku lakukan). Aku tidak ingin menggugat siapa pun. Aku hanya ingin “berteriak!” Mungkin kamu akan menganggap aku lemah, bisanya hanya berkeluh kesah, tidak solutif sama sekali. Bahkan membuatmu bosan dengan kelakuanku ini.

Entahlah, aku hanya ingin mengakhiri semuanya. Kamu tentu sudah tahu, betapa banyak orang yang bilang aku nggak punya perasaan sama sekali. Yah, wajar saja. Mereka tak mengenal aku. Mereka tak tahu bagaimana susahnya aku harus mematikan perasaanku agar aku bisa bertahan. Kalo saja dari dulu aku tidak mematikan perasaanku, mungkin aku sudah terpuruk, mungkin aku sudah pergi entah ke mana. Tapi jangan kira perasaanku benar-benar sudah mati. Kamu memang nggak pernah melihat aku menangis. Tapi, aku lebih sering menangis dibanding kamu. Kamu nggak bisa melihat betapa hatiku sudah berkeping-keping. Alhamdulillah, Allah masih menganugerahkan aku kesempatan menatanya, walau hanya sebentar. Aku ingin hatiku bisa kembali hidup seperti yang pernah aku rasakan beberapa waktu lalu. Aku sekarang mencoba untuk bersahabat dengan perasaanku sendiri.

Aku juga mencoba belajar memahami. Tapi, sungguh lelah kalo aku harus terus menerus dituntut untuk memahami. Bagaimana aku bisa memahami kalo aku nggak pernah tahu gimana caranya. Gimana aku bisa mengerti cara memahami orang lain kalo yang kutemui hanya cara untuk menang sendiri? Dari dulu aku hanya bisa mengerti gimana caranya mempertahankan diri sendiri. Berjuang untuk diri sendiri. Tak tahu bagaimana harus menyelaraskan dengan orang lain. Self-centrist, mungkin itu istilah yang tepat. Yang aku ketahui hanyalah anggapan kalo orang lain itu hanya pengganggu saja.

Setiap keputusan selalu aku ambil sendiri. Aku seringkali melakukannya sendiri. Ketika aku minta pendapat, yang kutemui selalu kata “TERSERAH.” Kalo pun ada pertimbangan lain, itu hanya makin membuatku bingung. Ketika aku sudah menetapkan sebuah keputusan dan aku meminta dukungan, saat itu aku memang mendapatkan dukungan. Tapi di belakang hari, aku malah digugat balik karena keputusanku itu. Kalo memang tidak suka dengan keputusanku kenapa diam saja? Aku sebenarnya senang, kalo orang lain mau mengambil keputusan itu untukku. Dia berani berkata TIDAK atau IYA untukku. Dengan begitu aku tahu, kalo aku masih layak untuk dipikirkan. Ketika ada orang yang bisa aku serahkan kepercayaanku untuk memutuskan, dia malah pergi menjauh. Padahal, aku pikir, pertimbangannya jauh lebih dalam dibanding aku. Aku lelah memutuskan sendiri. Tapi, sudahlah. Toh pada akhirnya, tetap aku harus bisa memutuskan sendiri, sepahit apapun akibatnya nanti.

Keinginanku hanyalah ingin bertemu dengan orang yang mau mengajari aku banyak hal, yang bisa aku teladani, yang bisa aku percaya, yang bisa aku lihat contoh kongkret dari setiap perilakunya, yang bisa aku sandarkan rasa lelah ini. Aku yakin, suatu hari aku akan bertemu dengannya. Amien. Doakan ya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar